Kemaritiman Indonesia

MAKALAH
Pengantar Ilmu dan Teknologi Kemaritiman
Sejarah Maritim dan Masyarakat Pesisir
Description: C:\Users\HP\Downloads\ClickHandler.ashx.jpg
Di Susun
Oleh:
Muhardi
Nim:140120201006

Jurusan Teknik Elektro
Fakultas Teknik
Universitas Maritim Raja Ali Haji




Puji syukur kita panjatkan kepada kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan hidayahnya penulis mampu menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah dengan judul “Sejarah Maritim dan Masyarakat pesisir di Indonesia” disusun dengan maksud untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar ilmu dan Teknologi Maritim serta memberikan pengetahuan baru bagi penulis dan pembaca mengenai masyarakat Pesisir dan sejarah maritim serta sikap negara akan pengembangan maritim yang luas ini.
Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman yang telah membantu pada pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat membawa manfaat khususnya bagi saya dan orang lain yang telah membaca makalah kami.
Kami menyadari bahwa makalah ini kami susun masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan dengan tujuan agar makalah ini selanjutnya akan lebih baik. Semoga bermanfaat.






DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...............................................................................................................1
KATA PENGANTAR...............................................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................
A.     Latar Belakang..................................................................................................................
B.      Rumusan masalah............................................................................................................
C.      Tujuan penulisan.............................................................................................................
D.     Metode Penulisan.............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................
1.Pengertian..............................................................................................................................
·         Maritim.........................................................................................................................
·         Kemaritiman.................................................................................................................
·         Laut..............................................................................................................................
·         Lautan..........................................................................................................................
·         Kelautan.......................................................................................................................
·         Coastal.........................................................................................................................
·         Kepulauan...................................................................................................................
·         Nusantara....................................................................................................................
2.Sejarah Maritim di Indonesia.............................................................................................
·         Zaman Pra-kolonial....................................................................................................
·         Zaman colonial..........................................................................................................
·         Zaman Proklamasi.....................................................................................................
·         Zaman orde lama.......................................................................................................
·         Zaman orde baru.......................................................................................................
·         Zaman reformasi-sekarang........................................................................................
3.Paradigma Pembangunan SDM Dengan konsep kenudayaan Maritim............................
4.Masyarakat Pesisir.............................................................................................................
·         Social budaya masyarakat pesisir............................................................................
·         Karakteristik masyarakat pesisir..............................................................................
·         Penyebab kemiskinan masyarakat pesisir dan berikan solusi yang real untuk mengatasi hal tersebut.............................................................................................

BAB III PENUTUP............................................................................................................
Kesimpulan.........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................




















BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
 Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua pertiga wilayahnya terdiriatas lautan dan kaya akan sumberdaya alam laut. Kita sering melihat atau mendengaristilah kelautan dan kemaritiman. Ada yang menganggap bahwa istilah kemaritiman dan kelautan mempunyai arti yang sama, tetapi sementara ada pendapat bahwa pengertian kelautan mempunyai arti yang lebih luas daripada pengertian kemaritiman, sehingga masyarakat masih banyak yang belum memahami tentang kelautan dan kemaritiman itusendiri.

1.2  Rumusan masalah
1.2.1 Apa itu Kemaritiman?
1.2.2 Apa itu Maritim?
1.2.3 Apa itu laut?
1.2.4 Apa itu lautan?
1.2.5 Apa itu kelautan?
1.2.6 Apa itu coastal?
1.2.7 Apa itu kepulauan?
1.2.8 Apa itu nusantara?
1.2.9 Bagaimana sejarah kemaritiman Indonesia?
a.       Zaman Pra-kolonial
b.      Zaman colonial
c.       Zaman Proklamasi
d.      Zaman orde lama
e.       Zaman orde baru
f.       Zaman reformasi-sekarang

1.2.10 Bagaimana Paradigma pembangunan SDM dengan konsep kebudayaan maritime?
1.2.11 Bagaimana Masyarakat pesisir?


1.3  Tujuan penulisan
Tujuan penulisan dalam tulisan ini adalah :
1.3.1 Untuk memenuhi dan melengkapi tugas Mata Kuliah Pengantar Ilmu dan Teknologi Maritim
1.3.2 Untuk memberikan informasi kepada mahasiswa mengenai materi tentang kemaritiman
1.3.3 Untuk mengetahui dan memahami tentang kehidupan dan permasalahan yang ada di masyarakat pesisir.

1.4  Manfaat penulisan
Manfaat penulisan dalam tulisan ini adalah :
1.4.1      Agar mahasiswa mengenal dan memahami tentang kemaritiman
1.4.2      Agar wawasan mahasiswa tentang kemaritiman bertambah


1.5    Metode penulisan
Untuk mempermudah dan membantu kelancaran penulisan yang dilaksanakan, maka penulis menggunakan metode kepustakaan, yakni:
1.5.1      Penulis mencari sumber untuk tulisannya melalui situs-situs internet













BAB II
ISI

2.1 Maritim
Istilah maritim berasal dari bahasa Inggris yaitu
maritime,yang berarti navigasi,maritim atau bahari. Dari kata ini kemudian lahir istilah
maritime power yaitu negara maritim atau negara samudera. Pemahaman maritim merupakan segala aktivitas pelayaran dan perniagaan/perdagangan yang berhubungan dengan kelautan atau disebut pelayaran niaga, sehingga dapat disimpulkan bahwa maritim adalahTerminologi Kelautan dan Maritim Terminologi Kelautan dan Maritim Terminologi Kelautan dan Maritim Terminologi Kelautan dan Maritim Terminologi Kelautan dan Maritim
.

2.2 Pengertian kemaritiman
        Berkenaan dengan laut, yang berhubungan dengan pelayaran perdagangan laut.Pengertian kemaritiman yang selama ini diketahui oleh masya-rakat umum adalah menunjukkan kegiatan di laut yang berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan,sehingga kegiatan di laut yang menyangkut eksplorasi, eksploitasi atau penangkapan ikan bukan merupakan kemaritiman. Dalam arti lain kemaritiman berarti sempit ruang lingkupnya, karena berkenaan dengan pelayaran dan perdagangan laut.Sedangkan pengertian lain dari kemaritiman yang berdasarkan pada termonologi adalah mencakup ruang/wilayah permukaan laut, pelagik dan meso pelagik yang merupakan daerah subur di mana pada daerah ini terdapat kegiatan seperti pariwisata, lalulintas, pelayaran dan jasa-jasa kelautan.

2.3 Laut
Laut adalah kumpulan air asin yang luas dan berhubungan dengan samudra. Laut adalah kumpulan air asin yang sangat banyak dan luas di permukaan bumi yang memisahkan atau menghubungkan suatu benua dengan benua lainnya dan suatu pulau dengan pulau lainnya.
2.4 Lautan
Wilayah Lautan adalah wilayah atau daerah yang berbentuk lautan. Lautan merupakan wilayah suatu Negara yang disebut laut teritorial, sedangkan lautan di luar teritorial disebut lautan terbuka.
a. Res nullis, yaitu koperasi yang menyatakan laut dapat diambil dan dimiliki oleh setiap Negara. Konsep ini dikemukakan oleh John Sholdon (1584-1654) dari Inggris dalam bukunya Mare Clausum The Right and Dominion of the Sea.
b. Res communis yaitu konsepsi yang beranggapan bahwa laut adalah milik masyarakat dunia, sehingga tidak dapat diambil atau dimiliki oleh setiap Negara. Konsep ini dikembangkan oleh Hugo de Groot dari Belanda (1608) dalam bukunya Mare Libereum (Laut Bebas).
Pada 10 Desember 1982, PBB (UN CLOS) menyelenggarakan konferensi Hukum Laut Internasional III di Jamaika.
Konferensi tersebut menetapkan bahwa
wilayah laut terdiri atas hal-hal berikut:
a. Laut teritorial yaitu wilayah yang menjadi hak kedaulatan penuh suatu Negara di laut. Lebarnya adalah 12 mil diukur dari pulau terluar kepulauan suatu Negara pada saat air laut surut.
b. Zona bersebelahan, yaitu wilayah laut yang lebarnya 12 mil dari laut teritorial suatu Negara. Jadi apabila Negara sudah memiliki wilayah laut territorial sejauh 12 mil, maka wilayah lautnya menjadi 24 mil diukur dari pantai.
c. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yaitu wilayah laut suatu Negara yang lebarnya 200 mil ke laut bebas. Di zona ini, Negara pantai berhak menggali dan mengolah segala kekayaan alam untuk kegiatan ekonomi eksklusif Negara tersebut. Di dalam zona tersebut, Negara pantai berhak menangkap nelayan asing yang ditemukan sedang menangkap ikan.
d. Landas Kontingen, yaitu daratan di bawah permukaan laut di luar laut teritorial dengan kedalaman 200 meter atau lebih.
e. Landasan benua, yaitu wilayah laut suatu Negara yang lebarnya lebih dari 200 mil laut. Di tempat ini, Negara boleh mengelola kekayaan dengan kewajiban membagi keuntungan dengan masyarakat internasional.
2.5 Kelautan
Merupakan sesuatu yang berhubungan dengan laut atau  perihal yang berhubungan dengan laut.
2.6 Coastal
            Adalah daerah dengan lebar bervariasi yang meliputi shore dan perluasannya sampai pada daerah pengaruh penetrasi laut, seperti tebing pantai, estuaria, laguna, dune dan rawa-rawa. berhubungan antara daratan atau wilayah pertemuan antara daratan dan lautan.
2.7 Kepulauan
Dalam (bahasa Inggris: “archipelagic State) adalah hasil keputusan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut yang berarti suatu Negara yang seluruhnya terdiri dari satu gugus besar atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain, dalam Bab IV Konvensi ini menentukan pula bahwa gugusan kepulauan berarti suatu gugusan pulau-pulau termasuk bagian pulau, perairan di antara gugusan pulau-pulau tersebut dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lainnya demikian eratnya sehingga gugusan pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah lainnya tersebut merupakan suatu kesatuan geografi dan politik yang hakiki, atau secara historis telah dianggap sebagai satu kesatuan dengan demikian wilayah sebuah Negara Kepulauan dapat menarik garis dasar/pangkal lurus kepulauan yang menghubungkan titik-titik terluar pulau-pulau dan karang kering terluar kepulauan ini.
2.8 Nusantara
Nusantara merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan wilayah kepulauan yang membentang dari Sumatera sampai Papua, yang sekarang sebagian besar merupakan wilayah negara Indonesia. Kata ini tercatat pertama kali dalam literatur berbahasa Jawa Pertengahan (abad ke-12 hingga ke-16) untuk menggambarkan konsep kenegaraan yang dianut Majapahit. Setelah sempat terlupakan, pada awal abad ke-20 istilah ini dihidupkan kembali oleh Ki Hajar Dewantara sebagai salah satu nama alternatif untuk negara merdeka pelanjut Hindia Belanda yang belum terwujud. Ketika penggunaan nama "Indonesia" (berarti Kepulauan Hindia) disetujui untuk dipakai untuk ide itu, kata Nusantara tetap dipakai sebagai sinonim untuk kepulauan Indonesia. Pengertian ini sampai sekarang dipakai di Indonesia. Akibat perkembangan politik selanjutnya, istilah ini kemudian dipakai pula untuk menggambarkan kesatuan geografi-antropologi kepulauan yang terletak di antara benua Asia dan Australia, termasuk Semenanjung Malaya namun biasanya tidak mencakup Filipina. Dalam pengertian terakhir ini, Nusantara merupakan padanan bagi Kepulauan Melayu (Malay Archipelago), suatu istilah yang populer pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20, terutama dalam literatur berbahasa Inggris.
2.9 Sejarah Maritim Indonesia
 a.Masa Kolonial Hindia Belanda

Perdagangan di Asia sudah berawal di masa Portugis dan VOC, bahkan telah ada berabad-abad sebelumnya, baik perdagangan melalui darat (jalan sutra) maupun melalui laut  Dalam masa modern awal itu terjadi interaksi dagang antara para penguasa dan para penjajanya di Nusantara dan organisasi-organisasi dagang besar dari Eropa seperti Estado da India dan East India Company EIC) dari Inggris serta VOC dari Belanda. Banyak bangsa-bangsa yang memasuki Indonesia seperti Portugis, Inggris dan Belanda motivasi bangsa Eropa ke wilayah Nusantara disebabkan oleh faktor seperti Jatuhnya Konstatinopel ke tangan Turki Ottoman yang merupakan pusat rempa-rempah dengan itu mereka mencari sumber rempah-rempah terbaru, lali semangat 3G (Gold, Glory, Gospel), dan perkembangan teknologi dan sistem angin seiring berjalannya waktu Belanda  berhasil berkuasa tunggal di Indonesia dengan itu VOC pun berkuasa di nusantara.
Seiring berjalannya waktu karena terus merugi VOC tidak sanggup membayar dividen dari saham yang dibeli rakyat. Oleh sebab itu, dari tahun ke tahun perusahaan itu harus berutang kepada negara untuk membayar kewajibannya. Namun tahun 1795 negara mengambil alih seluruh kekayaan VOC sebagai pelunasan utang-utang tersebut. Tahun 1799 VOC dinyatakan failite dan bubar. Harta kekayaan VOC yang tidak bergerak seperti benteng-benteng atau daerah-daerah produksi rempah di Nusantaar, diambil alih oleh negara. Itulah asset kerajaan Belanda yang menjadi cikal bakal dari negara lolonial Hindia Belanda yang berdiri sejak tahun 1817. Wilayah yang dimiliki oleh Belanda kurang strategis karena wilayah daratannya kecil dan wilayahnya daratnnya lebih rendah daripada laut maka merekapun bekerja keras dan menjadi cikal bakal semangat kerja dan tuntunan hidup bagi bangsa Belanda khususnya para Pelaut Belanda itu sendiri untuk mengembangkan jiwa bahari karena lewat laut mereka dapat mengembangkan perekonomian negeri mereka sebagai contoh dari semangat kerja mereka yaitu Bangsa Belanda pandai membuat Kapal-kapal Laut yang kokoh dan kuat dalam menjelajahi perairan laut maupun samudera tidak ketinggalan para pelautnya yang sangat tangguh di lautan.
Membahas kegiatan kemaritiman pada masa Kolonial Hindia Belanda menjadi sangat menarik, dikarenakan pada masa ini Belanda melakukan berbagai kebijakan agar keutungan pihak Kolonial Hindia Belanda pada masa itu tetap, bahkan bertambah.





KEGIATAN PELAYARAN
                         Perkembangan armada dagang di Hindia Belanda jelas akan mempengaruhi peningkatan aktivitas pelayaran antarpulau. Hal ini juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah colonial yang protektif terhadap pelayaran domestic. Hal ini mengakibatkan armada Belanda mendominasi kegiatan pelayaran domestik, tahun 1879 kapal-kapal Nederland dan Hindia Belanda  merupakan 95% dari seluruh armada pelayaran antarpulau di Hindia Belanda, dan hanya 28,5% untuk pelayaran internasional. Dalam hal ini KPM merupakan tulang punggung pelayaran antarpulau di Hindia Belanda, dan memasuki abad XX pelayaran antarpulau meningkat rata-rata 7,6% angka ini lebih tinggi daripada yang dicapai pada perempatan ketiga abad XIX yang hanya mencapai 5,5% menjelang perang dunia I angka tersebut menjadi 2,4% dikarenakan dengan stagnasi dalam perdagangan luar negeri sebagai akibat perang. Seperti diketahui penggunan kapal uap dan motor di perairan Indonesia lebih awal jika dibandingkan dengan negara kepulauan lain di Asia. Hingga tahun 1860-an komunikasi secara regular antarpulau menggunakan kapal layar, penggunaan kapal uap untuk kepentingan komersial baru sejak 1868, sedangkan Hindia Belanda sejak 1842. Penggunaan kapal uap lebih meningkat pesat dalam pelayaran antarpulau daripada pelayaran Internasioanl hal imi menunjukkan bahwa pentingnya pelayaran antarpulau Bagi Hindia Belanda, bukan hanya kepentingan Ekonomi juga mengamankan koloni dari merembesnya kekuatan asing serta dari perlawanan masyarakat setempat, disamping itu juga untuk menggapai integrasi negara colonial dibawah bendera Pax Neerlandica .
            Pemerintah Kolonial lebih berhasil melakukan proteksi terhadap pelayaran antarpulau daripada pelayaran internasional di Hindia Belanda hal ini berhubungan dengan tuntutan Inggris kepada Belanda untuk melakukan liberalisasi pelayaran di koloninya, namun yang dilakukan Belanda liberalisasi lebih mengacu kepada pelayaran internasional seperti pembukaan pelabuhan internasional dan pelabuhan bebas serta penghapusan tarif differensial hal ini telah memungkinkan berkembangnya pelayaran Internasional di perairan nusantara.
            Belanda pun menguasai daerah Pantai Barat Sumatera, akan tetapi wilayah kekuasaan yang seharusnya dari kawasan Singkel hingga Indrapura, namun realitanya Belanda hanya menguasai wilayah kota Padang dan wilayah yang berada di selatannya. Disamping itu Sibolga, Natal, Air Bangis masih menjadi kekuasaan Belanda. Bajak laut hamper ditemukan diseluruh perairan Indonesia. Namun kawasan laut yang paling terkenal daerah operasi bajak laut adalah Selat Malaka, Laut Cina Selatan dan kawasan laut Sulawesi. Kawasan ini (terutama Selat Malaka) memang merupakan rute perdagangan dan pelayaran yang tersibuk di Asia Tenggara, kegiatan bajak laut di Pantai barat Sumatera tidak begitu banyak yang beroperasi didaerah ini, untuk menanggulangi aktivitas bajak laut, Pemerintah Hindia Belanda mendirikan berbagai pos pengamanan di beberapa kota pantai serta berkali-kali mengirim ekspedisi militer ke kawasan utara, pada 1860-an tidak ditemukan lagi laporan mengenai bajak laut .
            Wilayah pantai Barat Sumatera menjadi penting bagi Kolonial Hindia Belanda, dikarena di wilayah ini lah Kolonial Hindia Belanda memfokuskan kegiatan maritimnya dikawasan ini, sebab dikawasan pantai timur Sumatera atau wilayah dekat Selat Malaka terdapat pusat perdagangan dunia yang berada diwilayah Tumasik (Singapura) dan itu merupakan wilayah bagian dari Inggris yang menjadi penguasa didaerah tersebut, dan wilayah pantai barat juga merupakan tempat komoditi utama pada masa itu dan pemerintah Belanda pun berfokus kepada aktivitas perkebunan di wilayah Sumatera tersebut.
            Aktivitas Pelayaran di wilayah Makassar  dipengaruhi karena Angin Muson baratlaut yang biasa digunakan untuk pelayaran perdagangan, dimanfaatkan oleh para pedagang wilayah barat seperti Malaka, Riau, Johor, dan Batavia, untuk berlayar kearah timur ke Kota Makassar dan kepulauan Maluku. Pelayaran ke kepulauan Maluku dari kota Makassar dapat dibagi menjadi dua jalur, yaitu : pertama dengan menyusur ke Selatan kemudian belok kiri melayari pesisir hingga Buton dan selanjutnya berlayar ke Maluku. Kedua menyusuri Selat Makassar berlayar kea rah timur memasuki pelabuhan Manado dan terus ke pulau Ternate; bila perlu berlayar ke selatan hingga mencapai pulau Seram atau Papua. Angin Muson Utara dan Tenggara memungkinkan terciptanya jalur pelayaran Utara-Selatan (Amoy dan Kanton-Makassar-Kepulauan Indonesia bagian Timur) .
            Wilayah Sulawesi menjadi istimewa dikarenakan menjadi pusat perniagaan dikarenakan beberapa faktor pertama : letaknya strategis (berada ditengah-tengah dunia perdagangan). Kedua munculnya intervensi bangsa Eropa sehingga sehingga pedagang di pusat niaga mengalihkan kegiatan mereka ke tempat lain, salah satunya ke Makassar. Ketiga pedagang dan pelaut setempat melakukan pelayaran niaga ke daerah-daerah penghasil dan Bandar niaga lain .


KEGIATAN PERDAGANGAN MARITIM
                     
            Kegiatan perdagangan Maritim pada masa ini terjadi monopoli cengkeh di Ambon. Cengkeh dan Pala di Indonesia Timur sama kedudukannya dengan Lada di Indonesia Barat yang tumbuh di Sumatera, Malaka, dan Jawa Barat dan terjadilah monopoli Lada yang Suamatera bagian Utara dikuasai Aceh, dan Sumatera bagian Selatan dikuasai Banten. Perdagangan daerah Makassar ditandai dengan melemahnya monopoli dan berkembangnya perdagangan bebas dan menjadikan Makassar sebagai Bandar niaga Internasional dan pelabuhan transit terpenting di kepulauan Hindia Belanda dibagian timur dipertengahan abad 19. Belanda dan Inggris bersaing ketat dalam penjualan komoditi Teh dan berniat menguasai perdagangan Cina, akan tetapi Belanda lebih menguntungkan karena wilayah koloninya banyak menghasilkan yang diperlukan Cina mereka pun melakukan perjanjian tetapi Belanda ingkar janji dan Inggris mencari pelabuhan yang aman untuk pelayaran ke Cina dan tahun 1819 Inggris pun mendapatkan Singapura . Di wilayah Pantai Barat Sumatera pada sekitar abad ke-19 NHM membuat tiga kegiatan utama yaitu Perbankan, Perdagangan, dan Perkebunan hanyalah Perkebunan yang berhasil dikarena kegiatan Perbankan memghasilkan kredit macet dan kegiatan Perdagangan yang tidak memberikan untung, hanyalah Perkebunan dalam hal ini perkebunan Kopi yang menguntungkan lalu kopi-kopi itu akhirnya di ekspor ke Belanda dan termasuk sebagai perdagangan maritime.

                                                               
PERKEMBANGAN KERAJAAN-KERAJAAN
                                         
            Tipe raja laut mewakili kekuatan Bahari yang sah yakni yang diakui dalam dalam pergaulan antarbangsa. Dalam realitas abad XIX dan sebelumnya keabsahan demikian lebih banyak ditentukan oleh kekuatan fisik, jadi dalam hal kekuatan laut berarti pemilikan armada tempur dan pertahanan yang memadai. Di wilayah laut Sulawesi diantara kekuatan laut yang muncul hanya kerajaan Sulu dan Maguidanao yang berhasil menjadi kekuatan maritime terbesar. Tetapi sejak pertengahan abad XIX Maguidanao terpecah belah dan mulai dikuasai Spanyol sehingga akhirnya hanya Sulu yang dapat bertahan sebagai Raja laut pribumi dikawasan ini. Raja-raja di pantai timur Kalimantan dan dibagian utara Sulawesi tidak berhasil mengembangkan suatu armada yang besar. Begitu pula di Kepulauan Sangihe-Talaud, walaupun penduduknya berkebudayaan maritim, fragmentasi dalam satuan-satuan kecil tidak bisa menampilkan suatu kekuatan laut yang berjangkauan regional. Sebagaimana telah diketengahkan di depan, dalam hal ini Raja Laut harus bekerjasama dengan orang laut untuk membina kekuatan bahari. Umumnya kerajaan-kerajaan ini mempunyai penduduk yang terbatas sehingga tidak sanggup membentuk kekuatan laut yang besar. Kekurangan penduduk di Sulu dan lembah sungai Pulangi di Mindanao Selatan dapat diatasi dengan mengadakan ekspedisi lintas laut yang mendatangkan ratusan bahkan ribuan budak sebagai sumber tenaga kerja. Dengan kata lain Raja laut, bekerjasama dengan Bajak laut untuk menjamin adanya suplai tenaga kerja yang tetap .

                                                                                          
 PERKEMBANGAN KEMASYARAKATAN (SOSIAL)

            Pengawasan laut yang teliti sekali untuk melindungi monopoli kompeni tak mungkin dapat masyarakat lakukan karena adanya tempat berjaga Hindia Belanda yang berjumlah beribu-ribu didaerah yang amat luas ini perdagangan gelap tetap berlangsung terutama di bagian Indonesia Barat. Monopoli kompeni memang terasa pengaruhnya diseluruh Indonesia, tetapi terutama menekan daerah Maluku, dirugikannya perdagangan laut Indonesia menyebabkan timbulnya kembali para perompak perlu diketahui bahwa zaman dahulu perompak tidak termasuk kejahatan, pada masa itu dibeberapa bagian dunia perompakan termasuk institusi sosial yang diakui pusat perompak yang paling terkenal ialah Tibelo (Pantai Utara Halmahera). Dalam perjalanannya mereka banyak membunuh dan menawan orang untuk dijadikan budak. Biasanya raja dan kaum bangsawan turut serta dalam pelajaran perompakan ini, malahan merekalah yang seringkali memegang pucuk pimpinan.

b. Era Proklamasi,Orde lama dan Orde baru
Menyadari betapa pentingnya bidang maritim untuk memperkuat integrasi nasional, pemerintah berusaha untuk mewujudkan kesatuan wilayah secara utuh. Pada tahun 1957, pemerintah mengeluarkan Deklarasi Djuanda dengan menawarkan konsep Negara Kepulauan (Archipelagic State) dengan batas laut teritorial sejauh 12 mil. Meskipun tuntutan ini ditolak oleh PBB(Perserikatan Bangsa-Bangsa), pemerintah Indonesia terus berupaya di berbagai forum internasional. Pada tahun 1982, International Conference on Sea Law yang diselenggarakaan di Caracas meratifikasi konsep Indonesia mengenai Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) inilah wilayah teritorial Indonesia menjadi utuh, baik meliputi wilayah darat maupun laut. Dengan deklarasi ini wilayah teritorial Indonesia membentang dari barat ke timur sejauh 6.400 km dan dari utara ke selatan 2.500 km. Garis pantai terluar yang melingkari wilayaah teritorial Indonesia memiliki panjang sekitar 81,000km dan kawasan  laut ini terdiri dari 80%. Dengan prestasi untuk mencapai kesatuan wilayah ini diharapkan bahwa integrasi nasional sebagai negara maritim akan dapat segera dicapai.
Upaya Indonesia untuk kembali membangkitkan kejayaan Indonesia sebagai negara kepulauan melalui tiga pilar utama yakni Sumpah Pemuda 28 Oktober, Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan Deklarasi Djoeanda 1957 tidak mudah untuk dilakukan. Di masa pemerintahan Sukarno, Indonesia telah mendeklarasikan Wawasan Nusantara. Wawasan Nusantara memandang wilayah laut merupakan satu keutuhan dengan wilayah darat, udara, dasar laut dan tanah yang ada di bawahnya, serta seluruh kekayaan yang terkandung di dalamnya yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Di era Pemerintahan Presiden Soeharto, Indonesia berupaya memperoleh pengakuan internasional tentang Negara Nusantara, yang kemudian berhasil mendapat pengakuan internasional dalam forum konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982 (UNCLOS 82) serta berlaku efektif sebagai hukum internasional positif sejak 16 November 1984. Di masa Pemerintahan B.J Habibie kembali Indonesia mendeklarasikan visi pembangunan kelautan dalam ‘Deklarasi Bunaken”. Inti deklarasi tersebut adalah pemahaman bahwa laut merupakan peluang, tantangan dan harapan untuk masa depan persatuan bangsa Indonesia. Dilanjutkan oleh Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid melalui komitmen Pembangunan Kelautan dengan dibentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan dan dikembangkannya Dewan Maritim Indonesia yang kemudian menjadi Dewan Kelautan Indonesia.

c.Era Reformasi
Di era Reformasi saat ini, dalam PJPN 2005-2025 Pemerintah telah membuat kebijakan untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan berbasis kepentingan nasional. Diantaranya dengan kembali memantapkan budaya bahari dalam RPJMN 2004-2009.
Namun telah tumbuh kerancuan identitas, sebab meski mempunyai persepsi kewilayahan maritim namun kultur yang kemudian terbangun adalah sebagai bangsa agraris. Paradigma masyarakat Indonesia tentang laut cenderung berbeda dengan realitas, sehingga arah kebijakan pembangunan selanjutnya menjadi kurang tepat karena lebih condong ke pembangunan berbasis daratan, sektor kelautan menjadi sektor pinggiran.
Menurut Mahan, ada enam syarat sebuah negara menjadi negara maritim yaitu: lokasi geografis, karakteristik dari tanah dan pantai, luas wilayah, jumlah penduduk, karakter penduduk, dan pemerintahan. Dari keenam unsur inilah seharusnya karakter penduduk dan pemerintahan yang masih perlu ditingkatkan sifat kemartimannya melalui sosialisasi sejarah dan nilai-nilai budaya bahari kepada segenap lapisan masyrakat dan sikap pemerintah yang mampu memanfaatkan laut dan unsur-unsur maritim guna kemakmuran dan kejayaan bangsa Indonesia sendiri. Unsur-unsur kekuatan maritim antara lain terdiri dari transportasi, pemanfaatan sumber hayati dan nabati laut, pertambangan dasar laut, pemanfaatan energi laut, wisata, unsur pengamanan laut, dan sebagainya.
Wacana pentingnya membangun negara maritim juga pernah muncul di tengah-tengah krisis moneter yang terjadi pada akhir tahun 1997, yang segera dibarengi oleh krisis-krisis di bidang yang lainnya seperti krisis politik, krisis sosial budaya dan sebagainya. Rupanya dengan adanya bencana yang timbul ini menyadarkan para pembuat kebijakan sadar bahwa dengan mengeksplorasi kekayaan alam darat saja menimbulkan beban ekonomi yang sangat besar dan membebani bangsa. Di tengah-tengah krisis ini muncul suatu inisiatif untuk membangun Indonesia baru sebagai negara bahari yang memaksimalkan laut sebagai potensinya untuk dasar kehidupan bangsa Indonesia. Pendayagunaan laut dan potensinya akan menjadi tindakan eksploratif belaka tanpa adanya landasan pemahaman budaya bahari. Negara bahari tidak akan terbentuk tanpa landasan budaya bahari. Dalam hubungan inilaah sejarah bahari atau sejarah maritim menjadi bagian yang utama dalam menumbuhkan budaya bahari untuk selanjutnya menjadi landasan bagi terbangunnya negara bahari.
Pengembangan negara maritim. Gagasan Negara Maritim Indonesia sebagai aktualisasi wawasan nusantara untuk memberi gerak pada pola pikir, pola sikap dan pola tindak bangsa Indonesia secara bulat dalam aktualisasi wawasan nusantara. Pengembangan konsepsi negara maritim indonesia sejalan dengan upaya peningkatan kemampuan bangsa kita menjadi bangsa yang modern dan mandiri dalam tekhnologi kelautan dan kedirgantaraan bagi kesejahteraan bangsa dan negara. Bumi maritim Indonesia adalah bagian dari sistem yang merupakan satu-kesatuan alami antara darat dan laut di atasnya tertata secara rapi dan unik menampilkan ciri-ciri negara dengan karakteristik sendiri yang menjadi wilayah yuridksi Negara Republik Indonesia.
Pengembangan negara maritim Indonesia berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 karena dalam prikehidupan kebangsaan Indonesia Pancasila pada hakekatnya disusun secara serasi dan seimbang untuk mewadahi seluruh aspirasi bangsa Indonesia. Landasan konsepsionalnya adalah wawasan nusantara dan ketahanan nasonal. Dengan wawasan nusantara bangsa Indonesia memandang wilayah nusantara sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, social budaya dan  keamanan. Pada hakekatnya negara maritim Indonesia merupakan  pengembangan dari konsepsi ketahahan nasional, maka konsepsi negara maritim  Indonesia perlu dijadikan pedoman dan rangsangan serta dorongan bagi bangsa kita dan upaya pemanfaatan dan pendayagunaan secara terpadu, terintegrasi dan berkelanjutan. 
2.10 Paradigma pembangunan SDM dengan konsep kebudayaan maritim
Bung Karno dalam pidatonya pada saat peresmian Institut Angkatan Laut Tahun 1953 yang saat ini bernama Akademi TNI Angkatan Laut, pernah mengatakan untuk kembali menjadi bangsa pelaut dalam arti yang seluas-luasnya. Menurutnya menjadi bangsa pelaut bukan menjadi jongos-jongos kapal tetapi menghidupi laut itu sendiri. Tampaknya benar apa yang telah dikatakan oleh founding father kita tentang laut. Dengan laut akan mempunyai kepentingan besar terhadap ekonomi, politik, kebudayaan, kemakmuran dan pengaruh luar negeri suatu bangsa dan apabila diarahkan berpusat ke laut barangkali kita akan menjadi negara besar yang kuat.
            Wilayah negara Indonesia ketika merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah wilayah negara yang daerahnya merupakan peninggalan Hindia Belanda. Menurut Territoriale Zeeen Maritieme Kringen Ordonantie 1939, maka batas laut teritorial Indonesia adalah 3 mil laut dari pantai. Dengan demikian maka perairan antar pulau pada waktu itu adalah wilayah internasional. Wilayah laut kita dengan hukum laut hanyalah seluas kira-kira 100.000 km2. Pada tanggal 13 Desember 1957 Pemerintah RI melalui Deklarasi Djuanda memberikan sebuah pernyataan jati diri sebagai negara kepulauan, di mana laut menjadi penghubung antar pulau, bukan pemisah. Penegasan ini bersamaan dengan upaya memperpanjang batas laut teritorial menjadi 12 mil dari pantai, kemudian diperjuangkan oleh Indonesia untuk mendapat pengakuan internasional di PBB. Kendati prinsip negara kepulauan mendapat prokontra, tetapi pada tahun 1982 lahirlah Konvensi kedua PBB tentang Hukum Laut (2nd United Nations Convention on the Law of the Sea, disingkat UNCLOS) yang mengakui konsep negara kepulauan termasuk mengakui konsep Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Setelah diratifikasi oleh 60 negara maka UNCLOS kemudian resmi berlaku pada tahun 1994.Indonesia mendapat pengakuan dunia atas tambahan wilayah nasional sebesar 3,1 juta km2 wilayah perairan dari hanya 100.000 km2 warisan Hindia Belanda, ditambah dengan 2,7 juta km2 Zone Ekonomi Eksklusif yaitu bagian perairan internasional dimana Indonesia mempunyai hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber daya alam termasuk yang ada di dasar laut dan di bawahnya.
Indonesia sampai saat ini merupakan kawasan kepulauan  atau archipelago state terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau besar dan kecil. Termasuk dalam kawasan kepulauan ini adalah beberapa pulau besar seperti Sumatera, Jawa. Sekitar tiga perempat Borneo, Sulawesi, Kepulauan Maluku dan pulau kecil lain di sekitarnya. Separuh bagian dari barat pulau Papua dan dihuni oleh ratusan suku bangsa.  Garis terluar yang mengelilingi wilayah Indonesia adalah sepanjang kurang lebih 81.000 km dan sekitar 80 persen dari kawasan ini adalah laut.  Kata archipelago sering diterjemahkan sebagai “kepulauan” yaitu berupa kumpulan pulau yang dipisahkan oleh permukaan air laut.  Sesungguhnya ada perbedaan pengertian yang fundamental antara kepulauan dan archipelago. Kepulauan diartikan sebagai kumpulan pulau sedangkan istilah archipelago berasal dari bahasa latin “archipelagus” yang berasal dari kata archi yang berarti utama dan pelagus yang berarti laut, sehingga memiliki arti “laut utama”. Istilah ini mengacu pada Laut Tengah pada masa Romawi. Oleh sebab itu makna asli dari kata archipelago sebenarnya bukan merupakan “kumpulan pulau”, tetapi laut dimana terdapat sekumpulan pulau.  Konsep archipelagic state yang dikembangkan Indonesia mengacu kepada makna negara kepulauan “harus diganti dengan konsep negara maritim”, yaitu negara laut yang memiliki banyak pulau.
            Sebagai negara maritim atau negara maritim, Indonesia tidak hanya memiliki satu “laut utama”  atau heartsea, setidaknya ada tiga laut utama yang membentuk Indonesia sebagai sea system yaitu Laut Jawa, Laut Flores dan Laut Banda. Hall mengatakan ada lima zone komersial di Asia Tenggara pada abad XIV dan awal abad XV. Pertama, zona Teluk Benggala yang mencangkup India Selatan, Sailan, Birma dan pantai utara Sumatera. Kedua, kawasan Malaka. Ketiga, kawasan Laut Cina Selatan yang mencangkup pantai timur semenanjung Malaysia, Thailand dan Vietnam Selatan. Keempat, kawasan Sulu yang mencangkup daerah Pantai Barat Luzon, Mindoro, Cebu, Mindanao dan pantai utara Kalimantan. Kelima, kawasan Laut Jawa. Kawasan laut Jawa ini terbentuk karena perdagangan rempah-rempah, kayu gaharu, beras antara barat dan timur yang melibatkan Kalimantan Selatan, Jawa, Sulawesi, Sumatra dan Nusa Tenggara.  Oleh karena itu kawasan Laut Jawa terintegrasi oleh jaringan pelayaran dan perdagangan sebelum datangnya bangsa barat. Menurut Houben, Laut Jawa bukan hanya sebagai laut utama bagi Indonesia, tetapi juga merupakan laut bagi Asia Tenggara. Laut Jawa menjadi jembatan yang menghubungkan berbagai komunitas yang berada disekitarnya baik dalam kegiatan budaya, politik maupun ekonomi.
Kebijakan Terkait Pembangunan Bervisi Maritim
             Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 disebutkan bahwa negara melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.  Negara juga mengakui Perjanjian Internasional PBB tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yaitu “…cita-cita manusia merdeka yang bebas dari rasa takut dan kekurangan hanya dapat dicapai bila tersedia kondisi yang memungkinkan setiap orang dapat menikmati hak-hak ekonomi, sosial dan budayanya.Namun kondisi yang ada belum mencerminkan kesejahteraan bagi bangsa Indonesia.
            Berkaitan dengan hal tersebut, menurut laporan BPS pada tahun 1996, jumlah penduduk miskin terdapat 22,5 juta orang. Pada tahun 1998 bertambah menjadi 79,5 juta orang dimana 56,8 juta jiwa berada di pedesaan baik di wilayah pesisir atau pedesaan. Sementara itu pada tahun 2008, BPS mengeluarkan data penduduk miskin di Indonesia mencapai 34,96 juta jiwa dan 63,47 persen diantaranya adalah masyarakat yang hidup di kawasan pesisir dan pedesaan. Pada tahun 2010 angka kemiskinan BPS mencapai 35 juta orang atau 13,33 persen dari jumlah penduduk yang mencapai sekitar 237 juta jiwa. Selanjutnya data dari DKP menyebutkan bahwa sekitar 32 persen dari 16,42 juta jiwa masyarakat pesisir di Indonesia masih berada dalam garis kemiskinan. Menurut Data DKP tahun 2001, jumlah seluruh KK nelayan pada tahun 1998 adalah 4 juta orang dengan pendapatan kotor per KK per tahun adalah Rp.4.750.000 atau dengan kata lain pendapatan kotornya adalah Rp. 395.383 per bulan atau Rp.30.499 per hari. Pada tahun 2007, rata-rata pendapatan kotor nelayan perbulan mengalami peningkatan menjadi Rp.445.000 per bulan. Rendahnya pendapatan yang diterima nelayan setiap bulannya tidak bisa membuat nelayan untuk berfikir mengenai pendidikan, kesehatan dan kebutuhan pangan. Minimnya keperpihakan pemerintah kepada nelayan juga menjadi salah satu faktor masih tingginya tingkat kemiskinan di nelayan. Regulasi hukum yang mengatur belum ada, hal ini terbukti dengan belum disahkannya RUU Kelautan disamping itu pula Nilai Tukar Nelayan (NTN) dari tahun 2000-2011 tidak banyak berubah berkisar antara 100-110 yang artinya nelayan belum berada pada posisi sejahtera. Sedangkan masalah lainnya adalah belum maksimalnya sinergi antara swasta dan pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat pesisir dan nelayan termasuk pelibatan aktif nelayan.

Disatu sisi, kekayaan laut Indonesia diperkirakan menyimpan potensi kekayaan alam yang dapat dieksploitasi senilai 156 miliar dollar AS pertahun atau sekitar Rp. 1.456 triliun.  Berdasarkan ketentuan IMO, luas laut territorial yang dilaksanakan sejak Deklarasi Djuanda 1957 sampai dengan Unclos 1982 mempunyai sumberdaya kelautan yang melimpah dan akan menjadi sumber devisa yang luar biasa jika dikelola dengan baik. Namun kebijakan pemerintah yang hingga saat ini masih berorientasinya pada land based development menyebabkan belum maksimalnya pembangunan maritim kita. Dengan minimnya perhatian pada sektor maritim ini menyebabkan kontribusi sektor kelautan terhadap PDB nasional tergolong masih rendah. Pada tahun 1998, sektor kelautan hanya menyumbang 20,06 persen terhadap PDB dimana sekitar 49,78 persen sektor pertambangan minyak dan gas bumi sebagai penyumbang terbesar PDB. Hal ini menunjukkan bahwa sektor laut masih tidak optimal pemanfaatannya. Salah satu faktor pendukungnya adalah 1. kebijakan yang belum berorientasi pada sektor maritim; 2. rendahnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang berkaitan dengan maritim; 3. rendahnya peralatan teknologi (misal: kapal). 
Ketentuan Unclos 1982 dalam hal ini seharusnya kita optimalkan sebagai negara kepulauan yang mempunyai peluang besar. Lemahnya perhatian dan keberpihakan pemerintah di sektor laut akan menimbulkan beberapa kerugian bagi kesatuan NKRI itu sendiri, seperti contoh kasus lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan pada tahun 2002 dengan alasan “ineffective occupation” atau wilayah yang ditelantarkan. Posisi strategis Indonesia setidaknya memberikan manfaat setidaknya dalam tiga aspek, yaitu alur laut kepulauan bagi pelayaran internasional (innocent passage, transit passage, dan archipelagic sea lane passage). Minimnya keberpihakan kepada sektor maritim (maritime policy) salah satunya menyebabkan masih tidak beraturnya penataan maritim yang sejatinya dapat menjadi sumber devisa. Hal lainnya adalah pelabuhan dalam negeri belum dapat dikatakan menjadi pelabuhan berskala international, penamaan dan pengembangan pulau-pulau kecil. Praktek illegal fishing juga masih marak terjadi di perairan Indonesia. Adapun salah satu penyebabnya adalah masih sedikitnya kapal ikan. Indonesia diperkirakan membutuhkan sekitar 22.000 kapal ikan dengan kapasitas masing-masing diatas 100 ton. Estimasi ini mungkin terlihat besar namun ini termasuk estimasi minimal. Sebagai perbandingan, Thailand memiliki 30.000 kapal ikan yang resmi dan sekitar 20.000 yang tidak resmi.
Pembangunan nasional mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia secara menyeluruh dan merata. Seiring dengan tujuan tersebut maka kemampuan pertahanan dan keamanan harus senantiasa ditingkatkan agar dapat melindungi dan mengamankan hasil pembangunan yang telah dicapai. Pemanfaatan potensi sumber daya nasional secara berlebihan dan tak terkendali dapat merusak atau mempercepat berkurangnya sumber daya. Pesatnya perkembangan teknologi dan tuntutan penyediaan kebutuhan sumber daya yang semakin besar mengakibatkan laut menjadi sangat penting bagi pembangunan nasional. Oleh karena itu, perubahan orientasi pembangunan nasional Indonesia ke arah pendekatan maritim merupakan suatu hal yang sangat penting dan mendesak. Wilayah laut harus dapat dikelola secara profesional dan proporsional serta senantiasa diarahkan pada kepentingan asasi bangsa Indonesia di laut. Beberapa fungsi laut seharusnya dapat menjadi pertimbangan pemerintah dalam menetapkan kebijakan-kebijakan berbasis maritim adalah laut sebagai media sebagai negara kepulauan, media pemersatu bangsa, media perhubungan, media sumberdaya, media pertahanan dan keamanan serta media untuk membangun pengaruh ke seluruh dunia.
Berkaitan dengan hal tersebut, dalam hal ini Kemetrian Kelautan dan Perikanan sejatinya telah memiliki rencana strategis yang tertuang dalam Pembangunan Kelautan dan Perikanan 2010-2014. Dengan mempunyai visi menjadikan Indonesia sebagai penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar tahun 2015. Sedangkan misi yang diemban adalah mensejahterahkan masyarakat. Grand strateginya adalah memperkuat kelembagaan dan SDM secara terintegrasi; mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan kemudian meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan. Selanjutnya, memperluas akses pasar domestik dan internasional. Hal itu sesuai dengan revolusi biru yaitu perubahan mendasar cara berfikir dari daratan ke maritim dengan konsep pembangunan yang berkelanjutan untuk peningkatan produksi kelautan dan perikanan melalui program nasional yang efektif, efisien dan terintegrasi guna peningkatan pendapatan rakyat yang adil, merata dan pantas.
Otonomi daerah yang terjadi semenjak orde reformasi sejatinya memberikan keluasaan bagi masing-masing pemerintah daerah untuk mengatur wilayahnya sendiri termasuk dengan kebijakan mengatur laut. Di Indonesia terdapat tujuh provinsi yang secara geografis wilayahnya dominan di laut, diantaranya adalah Provinsi Maluku, Provinsi Maluku Utara, Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Kepulauan Riau. Beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh beberapa provinsi tersebut berpihak pada maritim. Salah satunya adalah yang terjadi di Provinsi Maluku dimana kondisi geografis Maluku sebesar 92,3 persen adalah lautan dan hanya 7,7 persen saja yang berupa daratan. Terdapat beberapa pengembangan ekonomi maritim yang dilakukan oleh Provinsi Maluku, diantaranya adalah 1. membangun ekonomi maritim yang potensial, yakni transportasi dan perhubungan laut, pelabuhan dan industri perkapalan, perikanan tangkap dan budi daya, wisata maritim, energi dan sumber daya mineral di laut; 2. membangun sumber daya maritim yang andal, berwawasan dan memiliki nilai-nilai budaya maritim yang terbuka (inklusif), egaliter (demokrasi), dinamis, kosmopolitan (tak terbatas pada egoisme teritorial yang sempit), serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan 3. membuat tata ruang maritim yang jelas dan akurat untuk memudahkan pengelolaan dan terciptanya kekuatan ekonomi maritim; serta yang keempat adalah membangun sistem hukum maritim yang jelas maupun penegakan kedaulatan secara nyata di laut.
Beberapa daerah diketahui memiliki kearifan lokal yang terjaga secara turun temurun dalam hal pengelolaan laut yang lebih dikenal hak ulayat laut.  Dalam hal ini pemerintah pusat bersama pemerintah daerah dan masyarakat dapat berkoordinasi dengan baik sehingga tetap kearifan lokal tersebut dapat member kehidupan yang lebih baik di masyarakat setempat. Salah satu contoh praktik hak ulayat laut adalah Sasi  di Papua dan Maluku, Awiq-awiq di Lombok dan Ombo di Buton adalah merupakan contoh prilaku masyarakat lokal tradisional dalam memanfaatkan sumber daya laut yang dibimbing oleh kaidah-kaidah setempat

Permasalahan Terkait Pembangunan Bervisi Maritim
            Dekade ini di dunia, pembangunan maritim berada dalam posisi strategis seiring dengan pergeseran pusat ekonomi dunia dari bagian Atlantik ke Asia Pasifik. Hal ini terlihat 70 persen perdagangan dunia berlangsung di kawasan Asia-Pasifik. Secara detail 75 persen produk dan komoditas yang diperdagangkan dikirim melalui laut Indonesia dengan nilai sekitar 1.300 triliun dolar AS per tahun. Potensi yang sangat besar ini dimanfaatkan oleh Singapura dengan membangun pelabuhan pusat pemindahan (transhipment) kapal-kapal perdagangan dunia. Negara yang luasnya hanya 692.7 km2 dengan penduduk 4,16 juta jiwa itu telah menjadi pusat jasa transportasi laut terbesar di dunia. Bahkan ekspor barang dan komoditas dari Indonesia sebesar 70 persen melalui Singapura. Kapal yang menghubungkan antar pulau sebagian besar berbendera Singapura khususnya kapal yang memuat barang-barang terkait dengan berbagai macam industri.
            Pembangunan maritim melibatkan berbagai sektor karena permasalahan yang berkaitan dengan maritim sudah sedemikian kompleksnya.  Beberapa hal yang dapat menjadi hambatan pembangunan industri maritim nasional adalah sistem kredit  dimana bunga pinjaman untuk industri maritim sangat besar. Dalam hal ini pemerintah dapat meniru program yang dilakukan oleh Pemerintah Jepang yang memberikan kemudahan kredit senilai 2 persen untuk industri maritim terutama bagi nelayannya. Kondisi yang terjadi di Indonesia sangat bertolak belakang dengan Jepang, dimana untuk KUR bagi nelayan juga masih memberatkan dan implementasinya belum terlaksana dengan baik.
Kualitas dan kuantitas sumber daya maritim di Indonesia selama ini patut dievaluasi kembali. Sumber daya manusia yang handal dan kompeten diperlukan dalam pembangunan yang bervisi maritim.Telah diketahui bersama bahwa Indonesia memiliki ZEE yang terbentang seluas 2,7 juta km persegi dengan kekayaan laut didalamnya yang dapat menjadi ekonomi negara apabila dimanfaatkan secara optimal. Memang dibutuhkan suatu koordinasi bersama antara pemerintah, swasta dan masyarakat untuk bersama-sama mengubah paradigma pembangunan SDM dengan konsep kebudayaan maritim, yaitu melalui pengetahuan kebudayaan maritim yang berwawasan dunia dengan melakukan adaptasi inovatif yang disesuaikan dengan budaya kita. Dalam pembangunan maritim ini diperlukan kualitas SDM karena sebagai ujung tombak pembangunan. Karena tidak hanya mengandalkan kemajuan IPTEK saja namun harus ada sumber daya manusia yang mengelolanya dengan baik. Pembangunan kelauatan harus segera diwujudkan karena masih banyak tersimpan potensi kelautan yang tersimpan, biodiversity di Indonesia dapat menjadi sarana penelitian. Salah satu sebab dari rendahnya SDM di tingkat maritim adalah rendahnya sumber daya pelaut yang dimiliki oleh Indonesia. Krisis tenaga pelaut di Indonesia hingga kini masih menjadi masalah serius. Jumlah lulusan pendidikan tersebut belum seimbang dengan kebutuhan di bidang pelayaran. Di sektor angkutan laut, kondisi yang ada saat ini adalah minimnya tenaga pelaut. Para lulusan pelaut ini di tingkat perwira hampir 75% memilih bekerja di kapal asing atau berbendera asing daripada mengabdikan diri sendiri di pelayaran nasional dengan alasan penghasilan yang diterima di kapal asing lebih besar.
Menurut Data Kementrian Perhubungan bahwa kebutuhan pelaut nasional mencapai 43.806 orang atau 8600 orang setiap tahunnya yang terdiri dari 18.774 pelaut kelas perwira dan 25.032 pelaut kelas dasar. Namun kondisi yang terjadi saat ini adalah baru mencapai 3000 orang/ tahun. Hal yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi supaya tidak berlarut-larut adalah adanya penyesuaian gaji standar pelaut dan pendirian sekolah pelaut yang akan direalisasikan. Pertumbuhan kapal niaga nasional selama tahun 2005-2010 mencapai lebih dari 60 persen atau penambahan 3300 unit kapal. Selama periode itu kebutuhan pelaut untuk mengisi kapal-kapal niaga nasional bertambah hingga 55.000 orang. Rendahnya SDM pelaut ini disebabkan karena pemerintah lebih berfokus pada sektor darat atau sektor agraris dan tidak membangun berdasarkan keadaan geografis bangsa Indonesia. Selain itu pemanfaatan kemampuan teknologi untuk maritim termasuk survey, research dan sumber daya manusia di bidang maritim masih sangat kurang sehingga menyebabkan Indonesia mengalami kesulitan dalam memanfaatkan sumber daya lautnya. Sesuai dengan Konvensi di Manila Tahun 2010 tentang Amandement STCW 1995, dituntut untuk lebih meningkatkan kompetensi SDM, peningkatan perbaikan dan penyempurnaan (continous improvement) pada sistem pendidikan, metode ujian dan sertifikasinya sehingga dapat menghasilkan kompetensi sesuai dengan tuntutan STCW. Untuk memenuhi kebutuhan akan SDM maritim dibutuhkan rencana yang matang seperti penyempurnaan regulasi dan kelembagaan serta dibutuhkan peran serius dari pemerintah termasuk pembinaan terhadap lembaga diklat dan program kursus baik dalam dan luar negeri.
Potensi kelautan yang ada semestinya didukung oleh infrastruktur maritim  yang kuat seperti mempunyai pelabuhan yang lengkap, sumber daya manusia yang handal dan mumpuni di bidang maritim mulai untuk jasa pelayaran, barang, migas, kapal penangkap ikan sampai dengan TNI AL. Jika dikelola dengan baik maka potensi kelautan Indonesia diperkirakan dapat memperkuat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Untuk ekspansi perdagangan yang tidak hanya domestik namun merambah internasional dibutuhkan adanya tambahan armada dalam hal jumlah dan teknologi maritim.
Dari sisi pembangunan maritim, Indonesia juga masih memiliki banyak hambatan. Sektor perhubungan laut masih dikuasai oleh kapal niaga asing. Hal ini tidak lain disebabkan karena masih kurangnya kapasitas kapal nasional. Namun tidak didukung dengan kebijakan yang berpihak pada sektor maritim, seperti pembangunan kapal baru yang tidak mudah karena sulitnya kredit dan tingginya kredit untuk usaha maritim. Data menunjukkan untuk angkutan domestik, armada nasional baru mampu mengangkut sekitar 60 persen. Sudah semestinya pemerintah mengalihkan orintasi pemberdayaan kekayaan alam didarat ke pemberdayaan sumber daya laut. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka diperlukan adanya penataan dan penyusunan untuk menggali kekayaan laut yang dimiliki oleh NKRI.  Sebagai negara kepulauan, sudah sewajarnya Indonesia mengembangkan industri perkapalan nasional yang berpedoman pada Inpres Nomor 5 Tahun 2005 yang menyatakan bahwa seluruh angkutan laut dalam negeri harus diangkut oleh kapal berbendera Indonesia tetapi tidak diikuti dengan kemampuan untuk memproduksi kapal. Industri perkapalan merupakan industri padat karya dan padat modal sehingga untuk pencapaiannya diperlukan dukungan pemerintah sebagai pembuat kebijakan dalam hal ini terkait dengan masalah perbankan yang selama ini menjadi masih menjadi suatu pokok permasalahan.
Pembangunan maritim juga tidak terlepas dari besarnya sumber kekayaan laut Indonesia yang selama ini masih belum diolah dengan sempurna. Bila melihat data yang ada potensi maritim Indonesia dari sektor perikanan meliputi Perikanan Laut (Tuna/Cakalang, Udang, Demersal, Pelagis Kecil, dan lainnya) sekitar 4.948.824 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 15.105.011.400, Mariculture (rumput laut, ikan, dan kerang-kerangan serta Mutiara sebanyak 528.403 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 567.080.000, Perairan Umum 356.020 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 1.068.060.000, Budidaya Tambak 1.000.000 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 10.000.000.000, Budidaya Air Tawar 1.039,100 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 5.195.500.000, dan Potensi Bioteknologi Kelautan tiap tahun sebesar US$ 40.000.000.000, secara total potensi Sumberdaya Perikanan Indonesia senilai US$ 71.935.651.400 dan yang baru sempat digali sekitar US$ 17.620.302.800 atau 24,5 persen. Potensi tersebut belum termasuk hutan mangrove, terumbu karang serta energi terbarukan serta jasa seperti transportasi, pariwisata maritim yang memiliki peluang besar untuk dikembangkan.  Nilai ekonomis yang didapat dari sektor maritim sejatinya sangat tinggi dan dapat dipergunakan bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.  Namun, lagi-lagi yang terjadi di lapangan tidak sesuai dengan perhitungan matematik. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 5 Tahun 2008 yang melarang ekspor langsung hasil tangkapan perikanan. Peraturan ini secara otomatis mewajibkan perusahaan asing untuk bermitra dengan perusahaan lokal dalam membangun industri pengolahan di Indonesia. Implementasi peraturan ini menjadi masalah karena tidak berjalan sesuai aturan. Hal ini tampak pada masih tingginya produksi ikan yang langsung disetor kepada luar negeri tanpa melalui mekanisme yang ada. Sumber permasalahan lainnya adalah penangkapan ikan secara illegal yang nilainya ditaksir mencapai trilyunan rupiah. Hal ini dapat diatasi apabila Indonesia memiliki kapal-kapal penangkap ikan yang berskala tinggi, namun saat ini yang ada adalah jumlah kapal tersebut hanya mencapai 3 persen saja dari total kebutuhan.
1. Pengertian Masyarakat Pesisir
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, masyarakat berarti sekumpulan manusia yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan – ikatan tertentu, sedangkan pesisir diartikan sebagai tanah dasar berpasir ditepi laut.
lingkungan pesisir dan laut, misalnya nelayan, pembudidaya ikan. Masyarakat pesisir adalah kelompok orang yang bermukim di wilayah pesisir, mempunyai mata pencaharian dari sumber daya alam dan jasa-jasa pedagang, pengelola ikan, pemilik atau pekerja perusahaan perhubungan laut, pemilik atau pekerja pertambangan dan energi di wilayah pesisir, pemilik atau pekerja industri maritim misalnya galangan kapal.
Kegiatan kemaritiman bangsa Indonesia setua usia bangsa indonesia itu sendiri. Hal ini bisa dipahami karena asal mula nenek moyang bangsa Indonesia dari daratan Asia. Mereka datang ke kepulauan Indonesia secara bergelombang. Ada dua jalur yang mereka tempuh yaitu jalan barat dan jalan timur. Jalur barat berawal dari Asia daratan kemudian dengan melewati semenanjung Malaya, mereka menyeberang ke pulau Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara. Sementara itu kelompok yang lewat jalur timur setelah meninggalkan daratan Asia mereka menuju Filipina, Sulawesi, Maluku,  Nusa Tenggara, Irian dan kepulauan di Samudera Pasifik.
Sudah barang tentu mereka datang dari daratan Asia dengan cara berlayar karena tidak ada alternatif transportasi lainnya. Dengan demikian kemampuan berlayar mengarungi lautan merupakan ketrampilan inheren yang mereka dimiliki oleh nenk moyang bangsa Indonesia. Dengan perahu-perahu yang sederhana mereka dapat mengarungi laut luas. Batas-batas pelayaran nenek moyang bangsa Indonesia: utara: Pulau Formosa, selatan: Pantai Australia, barat: Madagaskar, timur: kepulauan micronesia.
Hal ini bisa dipahami karena sejak awal abad masehi bangsa indonesia sudah terlibat secara aktif dalam pelayaran dan perdagangan internasional antara dunia Barat (Eropa) dengan dunia Timur (Cina) yang melewati selat Malaka. Dalam hal ini bangsa Indonesia bukan menjadi obyek aktivitas perdagangan itu tetapi telah mampu munjadi subyak yang menentukan. Suatu hal yang bukan kebetulan jika berbagai daerah di Nusantara memproduksi berbagai komoditi yang khas agar bisa ambil bagian aktif dalam aktivitas pelayaran dan perdagangan itu. Bahkan pada jaman kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, selat Malaka yang merupakan pintu gerbang pelayaran dan perdagangan dunia dapat dikuasai oleh bangsa Indonesia.
Pada masa selanjutnya, yaitu pada jaman kerajaan-kerajaan Islam, ketika perdagangan rempah-rempah sangat ramai, jalur-jalur perdagangan antar pulau di Indonesia, misalnya antara Sumatera-Jawa, Jawa-Kalimantan, Jawa-Maluku, Jawa-Sulawesi, Sulawesi-Maluku, Sulawesi-Nusa Tenggara, dan sebagainya menjadi bagian yang inheren dalam konteks perdagangan internasional. Bahkan negeri Cina bukan tujuan utama perdagangan internasional, tetapi Indonesia. Hal ini berkembang pesat lagi ketika orang-orang Eropa mulai datang sendiri ke Indonesia untuk mencari komoditi rempah-rempah. Indonesia mampu bertindak sebagai besi sembrani yang menarik para pedagang dari seluruh penjuru dunia. Sebagai konsekuensinya jalur perdagangan dunia yang menuju ke Indonesia bahkan hanya rute tradisional lewat selat Malaka saja tetapi juga rute yang mengelilingi benua Afrika, untuk selanjutnya menyeberangi Samudera Hindia langsung menuju Indonesia. Di samping itu bangsa Spanyol dengan gigihnya juga berusaha mencapai Indonesia dengan menyeberangi Atlantik dan Pasifik.
Pertama, masyarakat pantai tersebut menggantungkan mataa pencahariannya dari eksploitasi laut. Artinya bahwa mereka hidup dari sumber daya dan alam ynag masih berlimpah di dekat sekitar pantai. Dalam perkembangannya, hasil sumber daya laut yang antara lain dari hasil ikan, kerang dan sebagaainya. Kedua, ciri khas yang menonjol masyarakat maritim adalah sifat keterbukaan dalam menerima unsur-unsur dari luar. Sebagai contoh berkembangnya agama Islam pada abad ke-15 dan ke-16 di Indonesia atau Nusantara, adalah melalui daerah-daerah atau kota-kota pelabuhan seperti Samudra Pasai, Aceh, Malaka, Demak, Gresik, Tuban dan lain-lain. Ketiga, dalam hal religi yang berorientasi kepada kepercayaan adanya dunia roh dan lebih khusus lagi penghormatan kepada roh nenek moyang mereka. Pada masyarakat pantai, terutama masyarakat nelayan atau pelaut, upacara-upacara semacam itu juga ditujukan kepada tokoh-tokoh mistis penjaga laut, seperti Ratu Pantai Selatan dan Pantai Utara, agar mereka diberi keselamatan dalam menjalankan pekerjaan sebagai nelayan atau pelaut. Keempat, ciri masyarakat penduduk pantai suka melakukan hubungan interaksional dengan penduduk pantai lainnya maupun terhadap masyarakat pedalaman. Kalau masyarakat pantai dengan masyarakat pantai lainnya yaitu dalam bentuk perdagangan dan pelayaran. Sedangkan dengan masyarakat pedalaman yaitu dengan tukar-menukar hasil laut dengan bahan makanan pokok seperti beras.


PENUTUP

Dari pembahasan yang telah diuraikan secara jelas dan panjang berkenaan dengan masalah masyarakat laut dan sikap kelompok sosial dan negara terhadap laut, maka dapat diambil kesimpulan atau garis diantaranya :
1. Masyarakat pesisir adalah kelompok orang yang bermukim di wilayah pesisir, mempunyai mata pencaharian dari sumber daya alam dan jasa-jasa pedagang, pengelola ikan, pemilik atau pekerja perusahaan perhubungan laut, pemilik atau pekerja pertambangan dan energi di wilayah pesisir, pemilik atau pekerja industri maritim misalnya galangan kapal.
2. Karakteristik masyarakat pesisir mempunyai bentuk yang khas dalam hal kepercayaan atau religi, mata pencaharian (berhubungan dengan laut), bersifat terbuka yakni dengan melakukan hubungan perdangangan dengan pulau lain dan masyarakat pedalaman, mempunyai ketrampilan dalam hal teknik perkapalan serta navigasi.
3. Sebagian masyarakat Indonesia masih bersikap memandang sebelah mata terhadap laut dalam benak mereka, mereka lebih mengidentifikasikan negaranya sebagai negara agraris bukan negara maritm yaitu negara yang sebagaian besar kehidupan rakyatnya menggantungkan diri pada bidang pertanian. Mereka mengolah tanah pertanian, hidup di desa-desa, memiliki kegotong-royongan yang kuat dan sebagainya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pada saat ini gambaran massyarakat Indonesia sebagai masyarakat maritim, bangsa pelaut, bukan merupakan gambaran umum.
4. Menyadari betapa pentingnya bidang maritim untuk memperkuat integrasi nasional, pemerintah berusaha untuk mewujudkan kesatuan wilayah secara utuh. Pada tahun 1957, pemerintah mengeluarkan Deklarasi Djuanda dengan menawarkan konsep Negara Kepulauan (Archipelagic State) dengan batas laut teritorial sejauh 12 mil. Meskipun tuntutan ini ditolak oleh PBB(Perserikatan Bangsa-Bangsa), pemerintah Indonesia terus berupaya di berbagai forum internasional. Pada tahun 1982, International Conference on Sea Law yang diselenggarakaan di Caracas meratifikasi konsep Indonesia mengenai Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) inilah wilayah teritorial Indonesia menjadi utuh, baik meliputi wilayah darat maupun laut
























Daftar Pustaka
[1] Poesponegoro & Notosusanto. 2008. Sejarah Nasional Indonesia Jilid IV. Jakarta: Balai Pustaka (hal 5)
[2] Poesponegoro & Notosusanto. 2008. Sejarah Nasional Indonesia Jilid IV. Jakarta: Balai Pustaka (hal 52)
[3] Singgih Tri Sulistiyono. 2004. Pengantar Sejarah Maritim Indonesia. Jakarta. DIKTI Departemen Pendidikan Nasional (hal 144-146)
[4] Singgih Tri Sulistiyono. 2004. Pengantar Sejarah Maritim Indonesia. Jakarta. DIKTI Departemen Pendidikan Nasional (hal 146)
[5] Asnan, Gusti. 2007. Dunia Maritim Pantai Barat Sumatera. Jakarta : Ombak (hal 68-81)
[6] Poelinggomang, Edward Lamberthus . 2002. Makassar abad XIX: studi tentang kebijakan perdagangan maritim. Jakarta. Kepustakaan Populer Gramedia (hal 17-19)
[7] Poelinggomang, Edward Lamberthus . 2002. Makassar abad XIX: studi tentang kebijakan perdagangan maritim. Jakarta. Kepustakaan Populer Gramedia (hal 22)
[8] D.H Burger; Prajudi Atmosudirdjo. 1957. Sedjarah ekonomis sosiologis Indonesia. Jakarta. J.B Wolters (hal 59-62)
9 Poelinggomang, Edward Lamberthus . 2002. Makassar abad XIX: studi tentang kebijakan perdagangan maritim. Jakarta. Kepustakaan Populer Gramedia (hal 48-49)
10 Asnan, Gusti. 2007. Dunia Maritim Pantai Barat Sumatera. Jakarta : Ombak (hal 100-102)
[11] Lapian, Adrian Bernard. 1987. Orang laut - bajak laut - raja laut di kawasan laut Sulawesi pada abad xix. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada (hal 435-437)
[12] Asnan, Gusti. 2007. Dunia Maritim Pantai Barat Sumatera. Jakarta : Ombak (hal 81-8



Komentar

Postingan Populer